Monday, October 31, 2011

Kisah “Rumah Tukang Kayu”


Seorang tukang kayu bermaksud pensiun dini dari pekerjaannya di sebuah perusahaan konstruksi perumahan. Ia menyampaikan keinginannya tersebut pada pemilik perusahaan. Tentu saja, karena tidak bekerja ia akan kehilangan penghasilan bulanannya. Akan tetapi, keinginan si tukang kayu ini sudah bulat. Ia sudah merasa lelah, ia ingin beristirahat dan menikmati sisa hari tuanya yang penuh damai dan ketenangan dengan anak istrinya juga. Di pihak lain, pemilik perusahaan merasa sedih kehilangan salah seorang pekerja terbaiknya. Ia memohon pada tukang kayu tersebut untuk membuatkan sebuah rumah untuk dirinya, sebagai karya terakhirnya pada perusahaan.


Tukang kayu menyetujui permohonan pemilik perusahaan tersebut. Tetapi sebenarnya hati kecilnya merasa terpakasa. Pikirnya, si pemilik perusahaan tidak mau rugi, bahkan saat-saat terakhir pun masih dipekerjakan. Hatinya tidak sepenuhnya tercurah pada pengerjaan rumah tersebut. Dengan bahan sekadarnya dan bekerja ogah-ogahan ia pun mengerjakan proyek itu. Alhasil, rumah selesai dengan hasil memang tidak optimal. Ia telah mengakhiri kariernya dengan prestasi yang tidak maksimal.

Ketika pemilik perusahaan datang melihat rumah yang dimintanya, sang tukang kayu menyerahkan kunci rumah yang telah dibuatnya. Sang pemilik rumah mengucapkan terima kasih, seraya menyalami si tukang kayu. Ternyata sang majikan meyerahkan rumah itu kepada tukang kayu tersebut.  “Ambilah, pakailah rumah ini untuk hari tuamu dan anggaplah ini sebagai ungkapan terima kasih perusahaan terhadap dedikasi dan loyalitas pada perusahaan selama ini”, demikian pemilik perusahaan menyampaikan salam perpisahan.
Betapa terkejutnya si tukang kayu. Malu dan menyesal dirasakan sewaktu menerima kunci rumah yang telah dibuatnya sendiri. Seandainya ia tahu, bahwa rumah tersebut akan diberikan untuknya, tentu ia akan mengerjakannya dengan sungguh-sungguh.

Dari kisah diatas kita seringkali tidak menyadari sikap kita yang setegah hati atau sepenuh hati. Tentu saja kita tidak tahu apa akibatnya yang dilakukan saat ini karna kurangnya kesadaran dalam bersikap. Itulah sebabnya apapun yang dilakukan saat ini merupakan tanggung jawab yang harus dilaksanakan sebaik-baiknya, karena apa yang kita tanamitu pula yang akan kita petik.


Referensi : Setengah Isi Setengah Kosong (Half Full-Half Empty)

No comments:

Post a Comment